1
Hari
ini, sambil menunggu balasan pesan dari tika, aku mencoba menulis. Menulis
tentang kenangan kami yang sudah tiga tahun ini sambil di temani “kau Auraku”
–nya Ada Band. Semula bermula di tahun 2010.
Tanpa
kita sadari, dunia emang dipenuhi dengan keajaiban. Ajaib?? Iya, kami (aku dan
tika) pernah satu sekolah, Cuma gak pernah saling tegur, minimal bilang “hey”.
Tapi baru bisa jumpa disaat aku di Banda Aceh, dan dia masih ada di desa kecil,
yang sebelumnya aku sebut sikabu, dipedalaman sumatera barat (sekarang baru
tau, kalo nama kampung itu BLKM). Dan masih banyak lagi keanehan dalam dunia
yang penuh rahasia ini.
Satu
sekolah, satu angkatan gak bisa sebagai acuan kitanya saling kenal. Dulu pernah
satu kelas bareng, dikelas OSPEK yang umurnya gak lebih dari tiga hari. Dihari
ke-empat terdamparlah tika ke kelas yang jika diurutkan, kasta kelima, x-5.
Sementara aku tetap kasta pertama, x-1. Selama 3 hari dikelas yang sama, kami
terlalu sibuk menjadi “manusia antah
barantah” yang di komandoi oleh senior (kakak kelas). Banyak sih, kerjaan kami
menjadi manusia antah barantah itu, mulai nyiptain “liyel-liyel”, pake kaos
kaki sepak bola, diajari cara baris-berbaris yang dari SD gak pernah beda,
sampai minta tanda tangan. Untuk yang terakhir, sampe sekarang tetap gak tau
tujuannya apa. mungkin tanda tangan senior ibarat air di gurun pasir, sedangkan
kami terdampar didalamnya. Gila.
Selanjutnya
di kelas dua sampai kelas tiga, aku terjebak dijurusan yang katanya jurusan
orang-orang pintar, IA. Sementara tika, mungkin pergaulan sosialnya kurang,
maka masuk lah ke kelas yang bisa memperbaiki jiwa sosialnya, IS. Dari gambaran
diatas, jelas, kami masing-masing terlalu sibuk urusan sendiri-sendiri. Aku
sibuk meneliti pake mikroskop, tikanya sibuk menanta jiwa sosialnya. Mungkin
ada sekali dua kali, tika melirik-lirik aku gitu, cuma pada saat itu, “whatever lah”.
2
Jumat
ini, ku lanjutkan menulis kisah yang sempat terbangkalai semalam karena
“menemani” gadis yang suka ngelirik waktu SMA itu. Walaupun ditelpon, tetap saja
namanya menemani kan? OK, sampai dimana sih? Oya, Kami selesai sekolah, tahun
2006. Setalah 4 tahun, barulah tahun 2010 kami mejalin “komunikasi”. Bermula
dari add Facebook (baru tau kalau
FB-nya tika itu dibuatin kawannya. –katrok) selanjutnya chatting, tukaran nomor HP, sms-an, telponan, jumpa, dan Nikah deh.
Untuk yang terakhir doain ya. Amin. Dari komunikasi itu, aku mulai tau
sedikit-sedikit tentang kebiasaanya, mulai keluarganya yang suka jengkol, hobinya
yang suka tidur siap shalat subuh, sampai lagu kesukaannya, sampai teman-temannya.
Aku rasa percuma saja dia ambil jurusan sosial dulu, toh temannya dari dulu,
itu-itu saja, gak beda. Dia betul-betul gagal menjadi anak sosial seutuhnya.
Hampir
lupa, Melalui tulisan ini, terimakasih kepada Mark Zuckerberg yang sudah “mencomblangi”
kami dangan Karyanya. Andai saja gak ada Mark, pasti kami pedekate nya memakan waktu bertahun-tahun. Coba bayangin, pasti
kirim-kirim surat pake perangko Rp 3000 trus suratnya pake kertas pink di ditulis
tangan atau dimesin ketik, gak tau lah. Yang pasti, tika duluan yang ngirim
surat ke aku kalau seandainya iya kami di ”zaman
baholak”.
Selanjutnya,
setelah “terpisah” sekian lama, kami berjumpa waktu aku jalan bareng
kawan-kawan SMA aku dulu, yang katanya “pintar-pintar”,
sedangkan dia bareng temannya. Iya, mereka cuma berdua. Kami aja sampai 10
orang. Dari sini Nampak lagi
kegagalannya sekolah di jurusan sosial dulu. Masak kawan cuma satu. Parah, kayaknya
ini orang nyontek aja di jurusan sosial dulu. Tenang, masih banyak kok
kegagalannya sekolah di sosial dulu yang akan aku ceritakan. Hehehehe.
Di
perjumpaan pertama itu, aku langsung sms
dia, aku bilang kalau aku melihat nya bareng teman. Karena mungkin matanya yang
bintitan, atau sok jual mahal, atau juga gak pernah lihat Manusia kayak aku,
dibilangnyalah kalau dia gak lihat aku. Setelah pertemuan itulah, kami sering sms-an. Mulai dari basa basi, sampai ke
agenda aku yang mau berkunjung ke rumah salah seorang guru waktu SMA dulu.