Kamis, 12 September 2013

Teduhnya negeri bapak ku

Berangkat dengan bus rosalia indah, jurusan depok - sragen. Sragen? Kota yang udah lama tak aku kunjungi hampir 20 tahun. Terakhir waktu masuk SD tahun 94. Kota yang sebelumnya aku rasa sangat jauh (dari pariaman), sebenarnya sangat dekat. Dekat sekali. Pariaman emang kota kelahiranku, Banda Aceh kota kenanganku, dan sragen kota ternyaman buat ku. Nyaman? Iya, seperti seekor kerbau yang nyaman didalam kubangan berlumpur yang kotor. Begitu juga aku. Nyaman dikota yang waktu aku kunjungi kemarin dalam musim kemarau. Nyaman dikota yang aku kunjungi kemaren yang miskin kalau "orang-orang kaya" bilang, nyaman dikota yang gubuknya terbuat dari kayu jati, nyaman di kota yang pohon kelapa nya gak bisa tumbuh gara-gara kumbang, dan nyaman dikota yang ada saudara-saudara yang sedekat "dagu" buat ku. Saudara yang mungkin susah aku bedain antara buk de dan buk le, pak de dan pak le. Tentram di kota yang ada tulisan honocoroko (jawa kuno) ini, tentram di kota yang pagi-pagi buta petani menghidupkan mesin penyedot air, buat mengairi sawah-sawah dan ladang. Tentram di kota yang uang seribu berharga sepuluh kali lipatnya, nyaman di kota yang tiap singgah ditawari teh tubruk panas, yang ketika diminum, akan meninggalkan ampas teh di bibir. Sejuk dikota yang minum air nya pake kendi, sejuk di kota yang atap-atapnya terbuat dari genteng (bukan seng). Cinta di kota yang di tinggali keluarga alm. mbah Harjo, kangen buat pak de tardi, buk de yunah, bukde yuminah, pakde darso, bukde yuraji, pak le win, mbak dewi, semuanya. Ya semua termasuk kambing-kambing, ayam bulu terbalik, sapi pemakan jerami kering. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar